Rabu, 08 September 2010

Bronchopneumonia

Bagaimana Saya Menghasilkan Rp35 Juta Dalam Seminggu Setelah Menerapkan “Sistem Rahasia”, dan Anda Hanya Butuh 45 Menit Untuk Memulainya?

Saya akan ungkap bagaimana anda juga bisa mendapatkan HAK menggunakan sistem ini dan mulai hasilkan profit, hari ini juga…


Definisi
            Suryana (2007) mengatakan bahwa pneumonia adalah proses infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru (alveoli). Terjadinya pneumonia pada anak sering kali bersamaan dengan proses infeksi akut pada bronkus, bisa disebut bronchopneumonia.
            Sedangkan Allen (1998, hal. 38) mendefinisikan bronchopneumonia ini sebagai radang paru-paru yang berasal dari cabang tenggorokan yang mengalami infeksi dan tersumbatnya oleh getah radang. Ini dapat menimbulkan pemadatan-pemadatan bergerombol dalam lobos. Disebut juga Pneumonia Lobular biasa terjadi akibat batuk rejan, influenza dan sebagainya.

Etiologi
            Boedi (2006) menyatakan bahwa di perkirakan ada sekitar 30 penyebab bronchopneumonia. Penyebab yang paling sering adalah bakteri, virus, jamur, micoplasma, protozoa. Riketsia dan benda-benda asing. Umumnya perjalanan pneumonia disebabkan oleh cedera atau infeksi pada saluran nafas bawah yang menyebabkan peradangan.
            Deddy (2005) menjelaskan bahwa etiologi pneumonia pada balita sukar untuk ditetapkan karena dahak biasanya sukar diperoleh. Sedangkan prosedur pemeriksaan imunologi belum memberikan hasil yang memuaskan untuk menentukan adanya bakteri sebagai penyebab Pneumonia. Hanya biakan dari aspirat paru serta pemeriksaan spesimen darah yang dapat diandalkan untuk membantu penetapan etiologi pneumonia. Meskipun pemeriksaan spesimen aspirat paru merupakan cara yang sensitif untuk mendapatkan dan menentukan bakteri penyebab Pneumonia pada balita. Fungsi paru merupakan prosedur yang berbahaya dan bertentangan dengan etika, terutama jika hanya dimaksudkan untuk penelitian. Oleh karena alasan diatas maka penetapan etiologi pneumonia di Indonesia masih didasarkan pada hasil penelitian di luar Indonesia.
            Charles (2005) menyatakan bahwa penelitian di berbagai negara menunjukkan bahwa di negara berkembang Streptokokus pneumonia dan Hemifilus influensa merupakan bakteri yang selalu ditemukan pada dua pertiga dari hasil isolasi. Hasilnya yaitu 73 % aspirat paru dan 69,1 % hasil isolasi dari spesimen darah. Sedangkan di negara maju, dewasa ini pneumonia pada anak umumnya disebabkan oleh virus. Menurut Suryana (2007) penyebab bronchopneumonia dapat dibagi menjadi empat jenis yaitu oleh bakteri, virus, mikroplasma dan jenis lain.

Pneumonia Bakteri
            Pneumonia yang dipicu bakteri bisa menyerang siapa saja, dari bayi sampai lanjut usia lanjut. Pecandu alkohol, pasien pasca-operasi, orang-orang dengan penyakit gangguan pernafasan, sedang terinfeksi virus atau menurun kekebalan tubuhnya, adalah yang paling berisiko. Sebenarnya bakteri penyebab pneumonia yang paling umum adalah Streptokokus pneumoniae sudah ada dikerongkongan manusia sehat. Begitu pertahanan tubuh menurun oleh sakit, usia lanjut, atau malnutrisi, bakteri segera memperbanyak diri dan menyebabkan kerusakan. Seluruh jaringan paru dipenuhi cairan dan infeksi dengan cepat menyebar keseluruh tubuh melalui aliran darah.

Pneumonia Virus
            Setengah dari kejadian pneumonia diperkirakan disebabkan oleh virus. Saat ini banyak saja virus yang berhasil diidentifikasi. Meski virus-virus ini kebanyakan menyerang saluran pernafasan bagian atas terutama pada anak-anak gangguan ini bisa memicu pneumonia. Untunglah, sebagian besar pneumonia jenis ini tidak berat dan sembuh dalam waktu singkat. Namun bila infeksi terjadi bersama virus influensa, gangguan bisa berat dan kadang-kadang menyebabkan kematian. Virus yang menginfeksi paru akan berkembang biak walau tidak terlihat jaringan paru yang dipenuhi cairan.

Pneumonia Mikroplasma
            Pneumonia jenis ini berbeda gejala dan tanda-tanda fisiknya bila dibandingkan dengan pneumonia pada umumnya. Karena itu, pneumonia yang diduga disebabkan oleh virus yang belum ditemukan ini sering juga disebut pneumonia yang tidak dipakai (Atypical Pneumonia). Mikroplasma adalah agen terkecil di alam bebas yang menyebabkan penyakit pada manusia. Mikroplasma tidak bisa diklasifikasikan sebagai virus maupun bakteri, meski memiliki karakteristik keduanya. Pneumonia yang dihasilkan biasanya berderajat ringan dan tersebar luas. Mikroplasma menyerang segala jenis usia. Tetapi paling sering pada anak pria remaja dan usia muda. Angka kematian sangat rendah, bahkan juga pada yang tidak diobati.

Pneumonia Jenis Lain
            Termasuk golongan ini adalah Pneumocystitis Carinii Pneumonia (PCP) yang diduga disebabkan oleh jamur, PCP biasanya menjadi tanda awal serangan penyakit pada pengidap HIV/AIDS. PCP bisa diobati pada banyak kasus. Bisa saja penyakit ini muncul lagi beberapa bulan kemudian, namun pengobatan yang tidak baik akan mencegah atau memudahkan kekambuhan. Pneumonia lain yang lebih jarang disebabkan oleh masuknya makanan, cairan, gas, debu maupun jamur.

Tanda dan Gejala
            Menurut Arief (2003) gejala penyakit ini berupa nafas cepat dan nafas sesak, karena paru meradang secara mendadak. Batas napas cepat adalah frekuensi pernapasan sebanyak 50 kali per menit atau lebih pada anak usia dua bulan sampai kurang dari satu tahun dan 40 kali per menit atau lebih pada anak usia satu tahun sampai kurang dari lima tahun. Pada anak dibawah usia dua bulan, tidak dikenal diagnosa pneuminia.
            Sedangkan Suryana (2007) menjelaskan bahwa pneumonia berat ditandai dengan adanya batuk atau (juga disertai) kesukaran bernapas, napas sesak atau penarikan dingin dada sebelah bawah kedalam (severe chest indrawing) pada anak usia dua bulan sampai kurang dari lima tahun. Pada kelompok usia ini dikenal juga pneumonia sianosisi sentral dan tidak dapat minum. Sementara untuk anak dibawah dua bulan, pneumonia berat ditandai dengan, frekuensi pernapasan sebanyak 60 kali per menit atau lebih atau (juga disertai) penarikan kuat pada dinding dada sebelah bawah ke dalam.
            Boedi (2006) mengatakan biasanya, penderita bronchopneumonia mengalami gejala-gejala seperti: demam mendadak, yang disertai dengan gemetar dan menggigil: Nyeri dada/sesak nafas (sakit waktu bernafas); Batuk yang mula-mula kering dan sakit, tetapi kemudian menghasilkan sputum (dahak) tebal yang bercampur dengan darah.
Anatomi Paru-paru
            Menurut Bruner and Suddarth (2001, hal. 355) saluran pernapasan terdiri dari: hidung, pharynx, trachea, bronchus dan bronchiolus. Saluran napas ini dilapisi oleh membran mukosa bersilia. Pada saat udara masuk rongga hidung, maka udara akan disaring, dihangatkan dan dilembabkan. Ketiga proses ini merupakan fungsi utama dari mukosa respirasi yang terdiri dari epite thoraks bertingkat, bersilia dan besel goblet. Permukaan epitel diliputi oleh lapisan mukosa yang sekresi oleh sel goblet dan kelenjar sarosa. Partikel debu kasar dapat disaring dalam rongga hidung, sedangkan yang lebih halus terjerat dalam lapisan mukosa. Selanjutnya udara akan menuju pharinx dan larinx masuk ke trachea yang bagian ujung bagian bawah bercabang dua yang merupakan cabang utama bronchus kanan dan kiri.
            Somantri (2007, hal. 4) menyebutkan saluran pernapasan terdiri dari hidung, faring, laring, trachea, bronkus dan bronkeolus alveoli dan paru-paru.

Hidung
            Hidung dibentuk oleh tulang sejati (os) dan tulang rawan (kartialgo). Hidung berfungsi sebagai jalan napas, pengaturan udara, pengaturan kelembaban udara, pengatur suhu, pelindung dan penyaring udara, indra pencium dan resonator udara. Menurut Suparman (1999) hidung adalah bangunan berongga yang terbagi oleh sebuah sekat di tengah menjadi rongga hidung kiri dan kanan. Masing-masing rongga di bagian tengah depan berhubungan keluar melalui neres (cuping hidung) anterior dan dibelakang berhubungan dengan bagian atas farings (nesofarings). Masing-masing rongga hidung dibagi menjdai bagian vertibulum yaitu bagian lebih lebar tepat di belakang nares anterior dan bagian respirasi.

Faring
            Faring merupakan pipa berotot berbentuk cerobong (± 13 cm) yang letak bermula dari dasar tengkorak sampai persambungannya dengan esophagus pada ketinggian tulang rawan (kartilago) krikoid. Suparman (1999) menyebutkan bahwa farings dapat dibagi menjadi tiga, yang terdiri dari nasofarings, terlatak di bawah dasar tengkorak, belakang dan atas palatum molle, orofaring, di belakang rongga mulut dan permukaan belakang lidah dan laringofarings, di belakang farings, tuba eustachii bermuara pada nasofarings. Tuba ini berfungsi menyeimbangkan tekanan udara pada kedua sisi membran timpani. Bila tidak sama, telinga terasa sakit, misalnya naik pesawat terbang untuk membuka tuba ini, orang harus menelan.

Larings
            Larings (kotak suara) bukan hanya jalan udara dari farings ke saluran napas lainnya namun juga menghasilkan sebagian besar suara yang dipakai berbicara dan bernyanyi, larings ditunjang oleh tulang-tulang rawan, diantaranya terpenting adalah tulang rawat tiroid (Adam’s apple) yang khas nyata pada pria, namun kurang jelas pada wanita. Di bawahnya terdapat tulang krikoid, yang berhubungan dengan trakea.

Trakhea
            Trakhea merupakan perpanjangan dari laring yang bercabang menjadi dua bronchus. Cabang bronchus kanan lebih pendek, lebih lebar dan cenderung lebih vertikal dari pada cabang yang kiri. Suparman (1999) menjelaskan bahwa trakea dilapisi epitel bertingkat dengan silia dari sel goblet. Sel goblet menghasilkan mukus dan silia berfungsi menyapu partikel yang berhasil lolos dari saringan di hidung, kearah faring untuk kemudian ditelan atau dibatukkan. Potongan melintang trakea khas berbentuk huruf D.
Bronkus dan Bronkiolus
            Cabang bronkus kanan lebih pendek, lebih besar dan cenderung lebih vertikal daripada cabang yang kiri. Hal tersebut menyebabkan benda asing lebih mudah masuk kedalam cabang sebelah kanan daripada kiri. Saluran pernapasan dari trakea sampai bronkus terminalis tidak mengalami pertukaran gas dan merupakan area yang dinamakan anatonical dead space. Banyaknya udara yang berada dalam area tersebut adalah sebesar 150 ml.

Alveoli
            Parenkim paru-paru merupakan area yang aktif bekerja dari ajringan paru-paru. Parenkim tersebut mengandung  berjuta-juta unit alveolus. Fungsi utama dari uni alveolus adalah pertukaran O2 dan CO2 diantara kapiler pulmoner dan alveoli. Diperkirakan terdapat 24 juta alveoli pada bayi yang baru lahir. Seiring dengan pertambahan usia, jumlah alveoli pun bertambah dan akan mencapai jumlah yang sama dengan orang dewasa pada usia delapan tahun, yakni 300 juta alveoli.

Paru-paru
            Paru-paru terletak pada rongga dada, dengan tiga lobus pada paru-paru kanan, dan dua lobus pada paru-paru kiri. Setiap paru-paru terbagi lagi menjadi beberapa subbagian menjadi sekitar 10 unit terkecil yang disebut bronchopulmonari segments.
            Pearce (1999, hal. 215) menjelaskan bahwa paru-paru merupakan alat pernapasan utama. Ada dua paru-paru, yang terletak disebelah kanan dan kiri yang dipisahkan oleh jantung beserta pembuluh darah. Paru-paru mengisi rongga dada dan beserta struktur  lainnya berada di dalam mediastinum. Paru-paru adalah organ yang berbentuk kerucut dengan apex (puncak) di atas muncul lebih tinggi dari clavikula di dalam dasar leher. Paru-paru dibagi menjadi beberapa belahan atau lobus oleh fisura. Paru-paru kanan memepunyai tiga lobus sedangkan paru-paru kiri dua lobus. Setiap lobus tersusun atas lobula, sebuah pipa bronkial kecil yang masuk di dalam setiap lobula dan ia semakin bercabang, semakin menjadi tipis dan berakhir menjadi kantong-kantong kecil/kantong-kantong udara. Jaringan paru-paru adalah elastic, berpori seperti spons.






           
Menurut Pearce (1999, hal. 220) fungsi paru-paru adalah pertukaran gas, oksigen dan karbonmonoksida. Pada pernapasan eksternal oksigen dipungut melalui hidung dan mulut pada waktu bernapas oksigen masuk melalui trakea dan pipa bronchial ke alveoli dan erat hubungannya dengan darah di dalam kapiler pulmonari. Pernapasan jaringan atau pernapasan internal, dimana yang telah menjenuhkan hemoglobin dan oksigen, mengitari seluruh tubuh dan akhirnya mencapai kapiler, bergerak sangat lambat. Sela jaringan memungut oksigen dari hemoglobin untuk memungkinkan oksigenasi berlangsung, sel darah menerima, sebagai gantinya hasil buangan oksidasi, yaitu karbondioksida. Adapun udara atau atmosfer yang dihirup: Nitrigen sebanyak 79 %, oksigen 20 %, Karbondiogsida 0-0,4 % sedangkan yang dihembuskan adalah: Nitrogen 79 %, Oksigen 16 %, Kaerbondioksida 0-0,4 %.
            Price (1998, hal. 205) menyatakan bahwa jalan napas yang menghantarkan udara ke paru-paru adalah:
1.      Hidung
2.      Pharinx
3.      Larinx
4.      Trachea
5.      Bronchus dan broncheolus
Saluran pernapasan dari hidung sampai ke bronchiolus dilapisi oleh membran mukosa bersilia, ketika udara masuk melalui rongga hidung, maka dari itu; disaring, dihangatkan dan dilembabkan.

Faktor Resiko
             Menurut Rudi (2004) pneumonia sangat rentan terhadap bayi berumur5 dibawah dua bulan, berjenis kelamin laki-laki, kurang gizi, berat badan lahir rendah, tidak mendapat ASI yang memadai, dan defisiensi vitamin A. Faktor-faktor yang meningkatkan risiko kematian akibat pneumonia adalah bayi di bawah umur dua bulan, tingkat sosioekonomi rendah, kurang gizi, berat badan lahir rendah, tingkat pendidikan ibu rendah, tingkat pelayanan kesehatan masih kurang, padatnya tempat tinggal, imunisasi yang tidak memadai, dan adanya kronis pada bayi.
            Deddy (2005) menjelaskan faktor resiko yang meningkatkan insiden pneumonia sebagai berikut:
1.      Umur < 2 bulan
2.      Laki-laki
3.      Gizi kurang
4.      Berat badan lahir rendah
5.      Tidak mendapat ASI memadai
6.      Polusi udara
7.      Kepadatan tempat tinggal
8.      Imunisasi yang tidak memadai
9.      Membedong anak (selimut berlebihan
10.  Definisi vitamin A
11.  Pemberian makanan tambahan terlalu dini.
Sedangkan faktor resiko yang meningkatkan angka kematian pneumonia:
1.      Umur < 2 bulan
2.      Tingkat sosio ekonomi rendah
3.      Kurang gizi
4.      Berat badan lahir rendah
5.      Tingkat pendidikan ibu yang rendah
6.      Tingkat jangkauan pelayanan kesehatan yang rendah
7.      Kepadatan tempat tinggal
8.      Imunisasi yang tidak memadai
9.      Menderita penyakit kronis
10.  Aspek kepercayaan dalam praktek pencarian pengobatan yang salah
Pencegahan
            Suprianto (2005) menyebutkan beberapa pencegahan yang dapat dilakukan untuk penyakit bronchopneumonia, yaitu:
1.      Penggadaan rumah dengan ventilasi yang memadai
2.      Perilaku hidup yang bersih dan sehat
3.      Meningkatkan gizi anak dan balita.
Menurut Bruner dan Suddarth (2001, hal. 462) pencegahan pneumonia adalah sebagai berikut:
1.      Berikan dorongan untuk sering batuk dan mengeluarkan sekresi
2.      Ajarkan latihan napas dalam
3.      Lakukan tindak kewaspadaan khusus untuk mencegah infeksi
4.      Ubah posisi pasien dengan teratur
5.      Lakukan penghisapan trakeobronkial bagi pasien-pasien beresiko yang tidak dapat membatukan sekresi
6.      Lakukan terapi fisik dada untuk mengencerkan sekresi dan meningkatkan pengeluaran sekresi.
7.      Tingkatkan higiene oral yang teratur bagi pasien-pasien yang menjalani regimen NPO (puasa) atau mendapat antibiotik untuk meminimalkan ko0lonisasi organisme.
8.      Berikan sedatif dan opiod dengan pertimbangan yang sangat bijak untuk menghindari supresi pernapasan.

Pengobatan
            Mansjoer (2000, hal. 467) mengatakan walaupun pneumonia sebagai penyakit dengan mortalitas yang tinggi, dapat diberikan antiobiotik hasil biakan. Obat seperti ampisilin, kloramfenikol, sefotaksim, dan amikasin. Pengobatan diberikan selama 7-10 hari pada kasus tanpa komplikasi. Pneumonia ringan tidak memerlukan perawatan dan diberikan antibiotik oral golongan derivatnya atau kortimoksasol. Sedangkan Supriyanto (2005) mengatakan bahwa untuk ISPA yang ringan seperti batuk, dapat diberi obat batuk yang biasa/sederhana.

Pemeriksaan Penunjang
            Menurut Pearce (1999, hal. 557) pada pemeriksaan penunjang akan dibahas mengenai apa saja yang dapat dilakukan antara lain: pemeriksaan laboratorium, CBC, foto rotgen. Price (1998, hal. 218) menyebutkan bahwa pemeriksaan penunjang untuk bronchopneumonia adalah:
1.      Pemeriksaan sinar-X dada
2.      Pemeriksaan sputum; kultur dan pewarnaan gram
3.      Hitung leukosit
4.      Kultur darah dan sputum
5.      Penelitian serologi
6.      Gas darah arteri Pa 02 < 80 mmHg
7.      Aspirasi transtrakeal
8.      Bronkoskopi

Komplikasi
            Brunner (2002, hal. 553) menyatakan bahwa potensial komplikasi yang dapat terjadi pada bronchopneumonia adalah sepsis otitis media dan sinusitis. Sedangkan Engram (1999, hal. 897) menjelaskan bahwa komplikasi yang dapat timbul adalah abses paru, emfiseam, aggal napas, perikarditis , meningitis dan atelektasis.
            Menurut Tucker (1998, hal. 97) komplikasi yang dapat terjadi pada penyakit bronchopneumonia adalah:
1.      Atelektasis
2.      Emfisema
3.      Periakrditis superifeksi
4.      Sbses paru
5.      Meningitis
6.      Emfisema
7.      Kerusakan fungsi hepar
8.      Edema pulmoner
9.      Gagal pernapasan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar