Rabu, 08 September 2010

Thphoid


Pengertian Demam Typhoid
            Menurut Mansjoer (2000, hal. 432) typhoid merupakan penyakit infeksi akut yang mengenai saluran cerna dengan gejala demam lebih dari tujuh hari, gangguan pada saluran cerna dan gangguan kesadaran. Arjatma (1998, hal. 435) mengatakan bahwa typhoid adalah penyakit infeksi akut yang disebabkan oleh kuman Salmonela. Kuman ini biasanya mengenai saluran pencernaan yaitu pada usus halus khususnya daerah ileum dengan demam lebih dari tujuh hari.
            Rudyct (2005) menjelaskan bahwa demam typhoid adalah penyakit infeksi akut yang disebabkan oleh kuman Salmonela typhi, yang menyerang saluran cerna. Penyakit typhoid sering menyerang anak-anak, meskipun orang dewasa dan orang tua juga dapat diserang. Penyakit ini bercirikan lesi definitif di plak peyer, kelenjar mesentrika dan limpa, disertai gejala demam yang berkepanjangan, sakit kepala dan nyeri otot.

Anatomi dan Fisiologi
            Pearce (2002m hal. 176) mengatakan bahwa saluran pencernaan (pengunyahan, penelanan dan pencampuran) dengan enzim dan zat cair mulai dari mulut sampai anus. Alat pencernaan terbagi atas: mulut, tekak/faring, kerongkongan (esophagus), lambung/ventikulus, intestinal (duodenum, jejunum dan ileum), kolon, sigmoid, rectum dan anus.

Mulut
            Mulut merupakan saluran pencernaan yang terdiri dari dua bagian, yaitu:
1.      Vestibula (bagian luar) ruangan sangat sempit yaitu diantara gusi serta gigi dengan bibir dan pipi.
2.      Rongga mulut (bagian dalam) yaitu rongga mulut yang dibatasi sisinya oleh tulang maksilaris, palatum, dan mandibularis disebelah belakang.
Menurut Martha (2001, hal. 984) proses pencernaan dimana makanan dipecah ke dalam  partikel kecil yang dapat ditelan dan dicampur dengan enzim pencernaan yang terjadi dimulut. Makan, atau bahkan melihat, mencium dapat menyebabkan refleks saliva. Saliva adalah sekresi pertama yang kontak dengan makanan. Saliva disekresi dalam mulut melalui kelenjar saliva pada kecepatan kira-kira 1,5 L setiap hari. Saliva mengandung enzim ptialin, atau amilase saliva, yang mulai pencernaan zat pati. Saliva juga mengandung mukus yang membantu melumasi makanan saat dikunyah, sehingga memudahkan menelan.

Tekak/faring
            Tekak/faring merupakan organ yang menghubungkan rongga mulut dengan kerongkongan, terletak dibelakang hidung, mulut dan tenggorokan laring. Menurut Martha (2001, hal. 984) proses menelan mulai sebagai aktivitas volunter yang diatur oleh pusat menelan di medula oblongata dari sistem saraf pusat yang terjadi pada faring. Pada faring terdapat epiglotis yang bergerak menutup lubang trakea dan karena mencegah aspirasi makanan kedalam paru-paru.

Kerongkongan/esophagus
            Kerongkongan/esophagus adalah saluran yang menghubungkan faring dengan lambung yang terletak di belakang trakea dan di depan tulang punggung, setelah melalui thoraks menembus diafragma, nasuk ke abdomen dan menyambung ke lambung. Menurut Martha (2001, hal. 984) esophagus terletak di mediastinum rongga torakal, anterior terhadap tulang punggung dan posterior terhadap trakea dan jantung. Selang yang dapat mengempis ini yang panjangnya kira-kira 25 cm , menjadi distensi bila makan melewatinya.

Lambung
            Lambung ditempatkan dibagian atas abdomen sebelah kiri dan garis tengah tubuh, tepat di bawah diafragma kiri. Lambung adalah suatu kantung yang dapat berdistensi dengan kapasitas kira-kira 1500 ml. Menurut Arif (1999, hal. 146) spingter kardia ada di antara lambung dan esophagus yang berfungsi untuk mencegah aliran balik esophagus. Bolus berada di lambung dan perlahan-lahan mengalami pencampuran dan cairan lambung termasuk enzim-enzim untuk kemudian proses dan absorbsi berlangsung dan sedikit demi sedikit turun ke duodenum.

Usus Halus
            Usus halus adalah segmen paling panjang dari saluran pencernaan, yang jumlah panjangnya kira-kira dua pertiga dari panjang total saluran. Usus halus dibagi menjadi beberapa bagian yaitu:
1.      Duedenum, adalah bagian pertama usus halus yang panjangnya 20-25 cm dimulai dari pylorus ke kanan dan di belakang dan belakang kemudian dalam lengkungan ini terdapat kaput pankreas.
2.      Jejunum, pada permukaannya dilapisi peritoneum yang selanjutnya membentuk masentrum (tabir usus) dengan panjangnya 2,5 cm-3 m. Jejunum tergantung pada masentrum dan terletak dibagian atas rongga perut.
3.      Ileum, panjangnya 3,5-4 m yang terletak di bawah jejunum terutama di dalam pelvis minor, di dalam ileum terdapat kelompok-kelompok nodulus yang membentuk kelenjar peyer, dapat berisi 20-30 kelenjar soliter. Kelenjar ini merupakan tempat peradangan demam typhoid. Dinding usus halus dibagi atas empat lapisan yang sama dengan lambung, yaitu: Membran mukosa: epitel (dalam),jaringan ikat (tengah, lapisan tipis; Submukosa: jaringan ikat; Muskularis: cirkularis (melingkar), longitudinal (memanjang); Serosa: jaringan ikat, epitel.
Etiologi
            Lavera (1998, hal. 53) menguraikan bahwa salmonela bersifat tahan dalam suhu yang berubah-ubah atau suhu rendah selama berhari-hari, dapat bertahan hidup selama berhari-hari hingga berminggu-minggu di air selokan, makanan kering, zat farmasi dan tinja. Mansjoer (2000, hal. 432) menyatakan bahwa salmonela typhi, bergerak dengan rambut getar, tidak berspora. Bakteri ini mempunyai sekurang-kurangnya empat macam antigen O (somatik), H (flagela), Vi, dan protein membran hialin. Menurut Erik (2004) penyakit typhoid umumnya berawal dari konsumsi makanan atau minuman yang tercemar oleh bakteri salmonela typhi, bakteri ini biasanya terdapat pada makanan dan minuman yang kurang higienis ataupun dari sumber air yang tidak memenuhi syarat untuk dikonsumsi.

Tanda dan Gejala
            Erik (2004)menjelaskan bahwa yang termasuk tanda dan gejala typhoid adalah sebagai berikut:
1.      Minggu pertama (awal terinfeksi), setelah masa inkubasi 10-14 hari gejala penyakit itu pada awalnya sama dengan penyakit infeksi akut yang lain. Demam, sakit kepala, pusing, pegal, anoreksia, mual, muntah, epitaksis dan konstipasi atau diare adalah ciri yang ditemui pada penyakit typhoid.
2.      Minggu kedua, gejala-gejala menjadi lebih jelas. Suhu tubuh penderita terus menerus dalam keadaan tinggi dan terjadi perlambatan relatif nadi penderita, lidah menjadi kotor, tepi dan ujung merah seperti bergetar (tumor).
3.      Minggu ketiga, suhu tubuh berangsur-angsur turun dan kembali normaldi akhir minggu. Hal itu terjadi tanpa komplikasi atau berhasil diobati.
Pathofisiologi
            Rumahorbo (2001, hal. 75) menguraikan pathofisiologi demam typhoid adalah melalui makan atau minum yang telah terkontaminasi oleh kuman salmonela masuk ke dalam lambung. Di dalam lambung, kuman mengalami penetrasi yang memungkinkan kuman mati atau tetap hidup. Bila tetap hidu selanjutnya masuk ke usus halus masuk ke saluran limpatik dan sirkulasi darah sistemik sehingga terjadi bakterimia. Bakteri pertama menyerang sistem Retikulo endotelial sistem (RES) yaitu hati, linen dan tulang yang akan menyebabkan infeksi pada hati, linen dan menimbulkan hepatomegali. Kemudian selanjutnya mengenai seluruh organ di dalam tubuh antara lain sistem saraf pusat (otak), ginjal dan jaringan limpa. Juwono (1999, hal. 435) menjelaskan pathofisiologi demam typhoid seperti pada figur 1.
Komplikasi
            Mansjoer (2002, hal. 424) menjelaskan bahwa komplikasi demam typhoid dapat dibagi dalam dua bagian, yaitu komplikasi intestinal dan komplikasi ekstraintestinal.

Komplikasi
            Pada komplikasi intestinal terjadi perdarahan usus, perforasi usus dan ileus paralitik. Kuspriyadi (2008) menjelaskan bahwa komplikasi intestinal, yaitu: perdarahan usus, karena memang kuman ini menyerang dinding usus halus, sehingga memperlambat/membuat luka di dinding usus halus. Bila makin lemah, dapat terjadi perforasi usus. (ususnya berlubang).

Kompliaksi Ekstra Intestinal
            Koplikasi ekstra intestinal terjadi: a) komplikasi kardiovaskuler: kegagalan sirkulasi perifer, miokarditis dan tromboplebitis; b) komplikasi darah: anemia hemolitik, trobositopenia; c) komlikasi paru: pneumonia dan pleuritis; d) komplikasi hepar: hepatitis dan kolesistitis; e) komlikasi ginjal: glomerulonepritis dan pielonefritis; f) komlplikasi tulang: osteomielitis dan arthritis: g) komplikasi neuropsikis: delirium, meningismus, polyneuritis perifer, meningitis dan psikosis.
            Muttaqin (2008) menjelaskan bahwa adad beberapa komlikasi ekstra intestinal: a) Komplikasi kardiovaskuler: kegagalan sirkulasi perifer (renjatan, sepsis), miokarditis, trombosis dan tromboplebitis; b) Kompliaksi darah: anemia, hemolitik, trobositopeni dan atau koagulasi intravaskuler diseminata, dan sindrom uremia hemolitik; c) Komplikasi paru: pneumonia, empiema dan pleuritis; d) Kompliaksi hepar dan kandung empedu: hepatitis dan kolelitiasis; e) Komlikasi ginjal: glomerulonepritis, pielonepritis dan perinepritis; f) Komplikasi tulang: oeteomielitis, periostitis, spondilitis dan artritis; g) Komlikasi neuropsikistrik: delirium, meningismus, meningitis, polineuritis perifer, sindrome Guillain-barrre, psikosis dan sindrom ketatonia. Pada anak-anak dengan paratifoid, komplikasi lebih jarang terjadi. Komplikasi lebih sering terjadi pada keadaan toksemia berat dan kelemahan umum, bila perawatan pasien kurang sempurna.

Tes Diagnostik
            Juwono (1999, hal. 437) menyatakan bahwa tes diagnostik pada typhoid fever adalah berlangsung selama 10-14 hari. Gejala-gejala yang timbul bervariasi dari penyakit ringan yang tidak terdiagnosis sampai gambaran penyakit yang khas dengan komplikasi dan kematian. Pada pemeriksaan SGOT SGPT sering kali meningkat tetapi kembali kenormal setelah sembuhnya demam typhoid, kenaikan SGOT SGPT tidak memerlukan pembatasan pengobatan.
            Menurut Lavena (1999, hal. 55) pemeriksaan leukosit pada kasus demam typhoid, jumlah leukosit pada sediaan darah tepi berada dalam batas-batas, malah kadang-kadang terdapat leukositosis, walaupun tidak ada komplikasi atau infeksi sekunder. Walaupun demam typhoid terdapat leukopenia dan limfositosis relatif, tetapi kenyataan leukopenia tidak sering ditemukan.
            Thompson (1999, hal. 172) menerangkan bahwa biakan darah atau Gall culture, biakan darah positif memastikan demam typhoid, tetapi biakan darah negatif tidak menyingkirkan demam typhoid. Hal ini disebabkan karena hasil biakan darah bergantung pada beberapa faktor, antara lain: teknik pemeriksaan laboratorium, saat pemeriksaan selama perjalanan penyakit, vaksinasi di masa lampau dan pengobatan dengan obat antimikroba.
            Selanjunya Juwono (1999, hal. 437) menjelaskan bahwa uji widal merupakan suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi (aglutinin). Aglutinin yang spesifik terhadap salmonella terdapat dalam serum pasien demam typhoid , juga pada orang yang pernah divaksinasi pada demam typhoid. Antigen yang digunakan pada uji widal adalah suspensi salmonella yang sudah dimatikan dan diolah dilaboratorium. Maksud uji widal adalah untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum pasien yang disangka menderita demam typhoid. Akibat dari infeksi oleh salmonella typhi pasien membuat antibodi aglutinin, yaitu:
1.      Aglutinin H, karena rangsangan aglutinin H (berasal dari flagela kuaman).
2.      Aglutinin O, yaitu dibuat karena rangsangan antigen O (berasal dari tubuh kuman).
3.      Aglutinin V, karena rangsangan antigen V (berasal dari simpai kuaman).
Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin H dan O yang ditemukan titernya untuk diagnosis. Makin tinggi titernya makin besar kemungkinan pasien menderita demam typhoid. Pasien infeksi yang aktif, titer uji widal akan meningkat pada pemeriksaan ulang yang dilakukan paling sedikit lima hari.
            Sedangkan Kadang (2007, hal. 56) menyatakan bahwa penderita demam typhoid dapat terjadi kurang darah dari ringan sampai sedang karena efek kuman yang menekan sumsum tulang, leukosit dapat menurun hingga kurang dari 300/mm3 dan ini ditemukan pada fase demam.

Pengobatan
            Menurut Juwono (1999, hal. 438) menjelaskan bahwa pengobatan typhoid terdiri atas tiga bagian, yaitu perawatan diet dan pengobatan.
Perawatan
            Penderita typhoid perlu dirawat di rumah sakit untuk isolasi, observasi dan pengobatan. Penderita harus tirah baring absolut sampai minimal tujuh hari bebas demam atau ± selama 14 hari. Maksud tirah baring adalah untuk mencegah terjadinya komplikasi perdarahan usus atau perforasi usus. Mobilisasi penderita dilakukan secara bertahap, sesuai dengan pulihnya kekuatan penderita. Penderita dengan kesadaran menurun, posisi tubuhnya harus diubah-ubah pada waktu-waktu tertentu untuk menghindari pneumonia hipostatik dan dekubitus. Derfekasi dan buang air kecil perlu diperhatikan, karena kadang-kadang terjadi obstipasi dan retensi urin.
            Muttaqin (2008) menjelaskan bahwa penderita typhoid perlu dirawat di rumah sakit untuk isolasi, observasi dan pengobatan. Klien yang sudah pasti menderita typhoid lewat pemeriksaan laboratorium harus tirah baring absolut sampai minimal tujuh hari setelah bebas demam atau kurang lebih 14 hari. Maksud dari tirah baring ini adalah untuk mencegah terjadinya komplikasi perdarahan usus. Mobilisasi dilakukan bertahap sesuai dengan pulihnya kekuatan penderita. Klien dengan kesadaran menurun, posisinya harus diubah-ubah sedikitnya setiap 2-3 jam untuk menghindar komplikasi pneumonia hipostatik dan dekubitus. Pengawasan terhadap TD, nadi, suhu tergantung dari keadaan klien. Panas tubuh klien diturunkan dengan kompres dingin. Kebersihan mulut sangat penting untuk menghindari terjadinya stomatitis dan juga memberikan rasa nyaman.
Diet
            Penderita typhoid diberi bubur saring, kemudian bubur kasar dan akhirnya nasi sesuai dengan tingkat kesembuhan penderita. Pemberian bubur saring tersebut dimaksudkan untuk menghindari komplikasi perforasi usus. Beberapa peneliti menunjukkan bahwa pemberian makanan padat dini, yaitu nasi dengan lauk pauk rendah selulosa (pantang sayuran dengan serat kasar) dapat diberikan dengan aman pada penderita typhoid.
            Menurut Muttaqin (2008) penderita typhoid diberi bubur saring, kemudian bubur kasar dan akhirnya nasi biasa sesuai dengan kebutuhan klien. Penderita diit ini dimaksudkan untuk menghindari komplikasi perdarahan atau perforasi usus. Menghindari makanan yang mengandung serat (selulosa) tinggi.

Pengobatan
            Obat anti mikroba sering digunakan untuk typhoid adalah:
1.      Kloramfenikol: di Indonesia klorafenikol masih merupakan pilihan utama, karena dapat menurunkan demam lebih cepat dari obat-obat anti mikroba lain. Dengan penggunaan kloramfenikol demam rata-rata turun setelah lima hari.
2.      Tiapfenikol: efektifitasnya sama dengan kloramfenikol.
3.      Kotrimoksasol: efektifitasnya kurang lebih sama dengan kloramfenikol.
4.      Ampisilin dan Amoksisilin: Dalam hal kemampuan menurunkan demam pada typhoid, efektifitas ampisilin dan amoksilin masih lebih kecil dibandingkan dengan klorafenikol. Indikasi penggunaannnya adalah pasien demam typhoid dengan leukopenia. Dosis yang dianjurkan sekitar 75-150 mg/kg BB/hr, digunakan sampai tujuh hari bebas demam. Dengan obat ini demam rata-rata turun setelah tujuh-sembilan hari.
5.      Sefalosporin: Pemberian sefalosporin berhasil mengatasi demam typhoid dengan baik. Demam pada umumnya mereda pada hari ketiga atau menjelang hari keempat.
Noer (2000, hal. 439) menyebutkan obat-obatan lain yang dapat digunakan adalah obat-obatan lain yang dapat digunakan adalah obat-obat simptomatik, yaitu:
1.      Antipiretik. Antipiretik tidak perlu diberikan secara rutin pada setiap demam typhoid, karena tidak banyak berguna.
2.      Kortikosteroid. Klien yang toksik dapat diberikan kortikosteroid oral dan parenteral dalam dosis yang menurun secara bertahap (tapering off) selama lima hari.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar